ads ads ads ads ads ads ads

Selamatkan Satwa Atau Manusia?

detik_IMG_0904jpg-
Mengamati satwa di danau dengan sampan hingga senja
 
KALIMANTAN BARAT - Petualangan kami pada hari kelima kami lanjutkan ke arah hulu sungai Kapuas. Kami akan lebih mempelajari lagi kebudayaan masyarakat yang tinggal di hulu sungai terpanjang di Indonesia ini. Tujuan kami adalah perkampungan nelayan suku dayak Iban. Sejujurnya, saya tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa manusia dapat bertahan hidup dan mengembangkan peradaban di sebuah tempat yang tanah untuk dipijak di bawahnya. Nelayan saja selalu pulang ke daratan setelah selesai mencari ikan. Hal ini tidaklah aneh bagi saya. Tapi bagaimana kehidupan masyarakat yang tinggal di atas sungai menjadi pertanyaan besar dalam benak saya. Hipotesis awal saya mengenai penduduk yang tinggal di tempat seperti ini adalah mereka pasti bisa berenang.

Tidak aneh bila dugaan saya tersebut benar. Berenang adalah kemampuan dasar yang harus mereka miliki meskipun mereka tidak perlu sengaja meluangkan diri untuk berlatih. Bukan hal yang aneh sebenarnya, mereka bisa karena memang alam yang memaksa. Yang menarik dari perkampungan yang di huni oleh sekitar 70 orang ini dalah kondisi ciptaan manusia yang memaksa mereka untuk menyesuaikan diri dan berubah. Wilayah ini tergolong sebagai area konservasi berdasarkan keputusan pemerintah. Kegiatan masyarakat selama ini mulai dibatasi. Hal-hal yang tadinya boleh mereka lakukan seperti berburu dan merambah hutan, sekarang sudah dilarang.

Tempat yang kami datangi ini adalah perkampungan suku dayak Iban. Letaknya di dusun Meliau desa Melembah. Mereka masih tinggal di dalam rumah tradisional dayak yaitu rumah betang. Di dalam rumah yang panjangnya mencapai 60 meter ini mereka tinggal bersama-sama. Bentuknya lebih kurang sama dengan rumah betang yang kami datangi sebelumnya, hanya saja rumah ini tidak berdiri di atas tanah.

Kehidupan penghuni rumah ini setelah peraturan pemerintah ditegakkan memang sulit dan penuh tekanan. Mereka harus menyesuaikan diri dengan berbagai macam peraturan. Mereka tidak lagi berburu satwa liar dan terpaksa tidak lagi berladang karena memang tidak diijinkan. Mereka protes sebenarnya, kenapa yang dilindungi hanya satwa dan alamnya saja? Bagaimana dengan manusianya? Apakah untuk melindungi kelestarian alam harus mengorbankan nyawa manusia?

Kondisi di wilayah yang masuk dalam area Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) ini memang agak berbeda. Dalam area seluas 132 ribu hektar ini, bermukim penduduk yang berada di lebih dari seribu desa yang terpisah-pisah. Desa ini adalah salah satu diantaranya. Seharusnya, pemukiman penduduk dilarang untuk didirikan, tapi mereka sudah bermukim di sini jauh sebelum peraturan tersebut ditetapkan. Harus ada yang dilakukan. Pemerintah sudah mencoba memberikan penyuluhan mengenai pelestarian lingkungan. Masyarakat paham, tapi mereka terdesak oleh kebutuhan. Mereka butuh berburu dan berladang untuk mendapatkan makan.

Solusi paling tepat untuk mengakomodasi dua kebutuhan yang berbeda ini adalah pariwisata. Dengan menjadikan tempat ini sebagai obyek wisata, maka masyarakat justru akan dengan sukarela melestarikan alam mereka karena dapat merasakan hasilnya. Kalau dulu mereka mendapatkan makanan dari mengambil hasil hutan, kali ini justru mereka mendapatkan hasil dari upaya melestarikan hutan. Kelestarian alam mereka pertahankan dengan harapan dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang datang. Pihak Taman Nasional dan masyarakat tidak perlu bersitegang lagi. Hal ini lah yang sudah dimulai oleh perkampungan yang berada di nanga (muara) sungai Leboyan ini.

Kondisi geografis wilayah ini memang menyimpan potensi wisata alam yang besar. Terdapat 10 danau yang terhubung oleh sungai alami yang mengelilingi wilayah ini. Setiap danau memiliki karakteristik dan satwa yang berbeda-beda. Tidak hanya burung dan serangga, di danau ini masih terdapat orang utan dan buaya. Dengan menggunakan sampan bermotor yang memang secara khusus dipersiapkan, dalam waktu dua hari pengamatan terhadap semua danau dapat dilakukan. Sebuah pengalaman menarik yang perlu untuk dirasakan.

Tidak hanya wisata alam, disini kita juga dapat mendapatkan pengalaman wisata budaya. Penduduk menyediakan rumah mereka sebagai tempat kita tinggal bersama mereka. Kesenian tradisional pun ditampilkan bila ada tamu yang datang. Menambah serunya pengalaman berwisata. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah merasakan makanan tradisional yang terdapat di wilayah ini. Berbagai macam ikan dapat kita rasakan sebagai menu hidangan. Anda bahkan dapat menangkap sendiri ikan yang akan menjadi menu makanan Anda nanti.

Lengkaplah pengalaman berwisata di tempat ini. Wisata alam, budaya dan kuliner dapat kita nikmati dengan lengkap. Dengan mengembangkan pariwisata, kelestarian lingkungan, kehidupan satwa dan bahkan manusianya dapat terselamatkan.

(Gigih Gesang / Gigih Gesang)  [travel.detik.com]
 
detik_IMG_0906jpg-
Suasana Senja di Meliau
 
detik_PA220100jpg-
Danau Lanjak, satu dari sepuluh danau di Meliau
 
 
 

lintasberita
{ 0 comments... Jangan lupa klik tombol suka dibawah ini and add one }

Post a Comment